Kenapa Jika Tidak Perawan?

Keperawanan merupakan kondisi dimana seorang perempuan belum melakukan hubungan seksual dengan siapapun. Namun, konsep tersebut juga bergantung terhadap nilai budaya, agama, dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat. Dalam konteks sosial, perempuan yang tidak bisa menjaga “keperawanannya” dianggap atau di “label” oleh masyarakat sebagai seseorang yang buruk. 

Apakah kontruksi seperti itu akan tetap dipertahankan oleh masyarakat?

Apakah perempuan yang “tidak” perawan, dikatakan perempuan yang “gagal” atau “buruk”?

Dalam tulisan ini saya akan sedikit membahas tentang “perempuan dan keperawanannya”.

Keperawanan disebut sebagai simbol kebebasan dan kekuatan yang menempati titik terpenting dalam identitas perempuan (Baswardono, 2005). Dari pengertian diatas dapat diambil beberapa kata yang menjadi inti dari pengertian tersebut yakni : simbol, kekuatan, dan identitas. Dijadikannya “keperawanan” sebagai simbol (harga diri) dari seorang perempuan merupakan misi dari kata kekuatan dan identitas merupakan yang dijadikan tujuan dari adanya simbol tersebut. Perempuan akan dianggap “baik” ketika dapat menjaga “simbolnya” menjadi perempuan dan begitupun sebaliknya. Mungkin sulit diterima tapi kontruksi masyarakat sering kali membenarkannya.

Namun apakah perempuan yang hilang “keperawanannya” di label perempuan buruk?

Mungkin iya, mungkin juga tidak. Mungkin iya jika memang perempuan tersebut melakukan hubungan seksual di luar pernikahan. Namun, pada beberapa kejadian hal tersebut bisa juga tidak relevan. Bagaimana jika perempuan tersebut adalah “korban” atau hanya berlindung di kata “menjadi korban” we don’t know.

Mungkin juga tidak, tidak selamanya perempuan melepas “keperawanannya” hanya karena hubungan seksual, ada beberapa hal yang bisa membuat perempuan “kehilangan” keperawanannya misal seorang perempuan yang mendalami olahraga balet. Namun tidak semua perempuan yang mendalami olahraga balet kehilangan keperawanannya, hal ini juga masih terantung terhadap elastisitas “hymen” setiap perempuan. Hymen sangat elastis tidak mudah pecah, kalau hymennya tidak elastis maka akan mudah pecah dan robek “ucap dr. Ni Komang Yeni Dhanasari, Sp.OG, ahli kebidanan dan kandungan dalam Seminar Media Bamed Women's Clinic”.

Masih berfikir perempuan yang kehilangan “keperawanannya” adalah perempuan yang “buruk”?

Menurutku, kita tidak bisa me-label perempuan yang kehilangan “keperawanannya” sebagai perempuan yang “buruk”. Kita seharusnya melihat fenomena “kehilangan keperawanan” bukan sesuatu yang buruk, melihat dari lebih dari satu perspektif menurutku adalah hal yang bijak dalam melihat berbagai fenomena.

Daftar Pustaka :
Baswardono, D. (2005). Perawan Tiga Detik. Yogyakarta: Galang Press. 
Hardan, R. K. (2006). Makna Keperawanan Di Kalangan Remaja Modern (Analisis Semiotik Dalam Film Virgin). Tesis, Universitas Muhammadiyah Malang.

Komentar

Postingan Populer